Upah dari Sebuah Perundungan (Juara I Lomba Literasi SDIT Permata Bunda 2021)
Upah dari Sebuah Perundungan
Leviana Yulianti
Fenomena yang sering terjadi, ada, dan tidak dapat kita pungkiri. Fenomena yang menjadi keprihatinan bagi setiap insan di penjuru dunia. Fenomena ini justru sering ditemukan didunia pendidikan; sekolah. Padahal, bisa dikatakan bahwa sekolah adalah tempat belajar, tempat anak bersosialisasi, sekolah juga tempat mengajarkan anak mengenal budi pekerti, akan tetapi sekolah juga berpotensi sebagai tempat perundungan atau yang kerap kita dengar dengan bullying. Setiap warga sekolah; siswa, guru, dan karyawan dapat berpotensi menjadi pelaku maupun korban perundungan. Perundungan sendiri dapat terjadi antara guru dengan guru, guru dengan karyawan, guru kepada siswa, siswa kepada teman sebayanya, atau siswa dengan adik kelas dan sebaliknya.
Segala aktivitas di sekolah yang bertujuan untuk mendidik serta melibatkan warga sekolah; guru, karyawan dan siswa justru dapat menimbulkan konflik yang memunculkan tindakan perundungan. Perundungan yang terjadi di sekolah ada beberapa jenis yang dapat saya utarakan, (1) perundungan verbal, perundungan jenis ini biasanya berupa kata-kata yang tidak menyenangkan; ejekan, umpatan, cacian, celaan, fitnah, dan makian, (2) perundungan fisik, perundungan jenis ini merupakan bentuk kekerasan yang terjadi dengan menyakiti fisik seseorang berupa tendangan, tamparan, pukulan, dsb. (3) perundungan relasi, perundungan jenis ini biasa terjadi dikarenakan adanya kelompok-kelompok tertentu terhadap individu lain yang lemah/memiliki pandangan berbeda. Hal tersebut memunculkan pengucilan terhadap seseorang yang dianggap berbeda.
Senada dengan penjelasan tersebut, dilansir dari Jawapos.com (12/02/2019), terdapat kasus perundungan seorang remaja putri berseragam putih biru melakukan bullying kepada temannya di kelas. Terlihat dalam video yang sempat viral itu, salah satu siswi sedang memarahi siswi lain. Tidak hanya marah-marah, siswi itu juga menampar wajah siswi yang sedang duduk.
***
Sementara itu akan saya mulai pembicaraan pada esai ini saat menemukan kasus perundungan secara verbal di kelas. Sebut saja namanya Arda. Arda dan teman sebayanya baru saja naik di kelas 4. Arda adalah seorang siswi yang periang, suka menolong, dan manja ketika di rumah (menurut ibunya). Arda juga termasuk anak yang rajin mengerjakan tugas walaupun tingkat pemahamannya tentang materi yang diajarkan masih kurang. Arda adalah satu dari sekian siswi di kelas yang termasuk aktif bertanya jika belum paham mengenai pelajaran yang saat itu diajarkan.
Beberapa bulan setelah kenaikan kelas, saya perhatikan Arda kesulitan melihat jika posisi tempat duduknya berada di belakang. Oleh karena itu, saya sering meminta Arda pindah tempat duduk ke depan agar bisa melihat dengan jelas. Rupanya, respon saya saat itu dianggap beberapa siswi lain sebagai ‘pilih kasih’. Tentu saja langsung saya jelaskan mengapa Arda harus duduk di bangku paling depan karena kondisi penglihatannya yang berbeda dengan teman-temannya. Sehingga siswi yang lain harus memahami keadaan Arda.
Seperti yang sudah saya jelaskan di awal bahwa Arda adalah siswi yang lambat dalam memahami pelajaran. Jelas diingatan saya, saat itu suasana kelas tengah sibuk berdiskusi. Tiba-tiba ada suara tangisan yang ternyata Arda pemiliknya. Saya hampiri Arda dan menanyakan mengapa menangis, dia hanya diam dan terus menangis. Saya biarkan saja dulu dia menangis, jika sudah tenang baru saya tanyakan kembali. Setelah tenang, Arda memberanikan diri bercerita walaupun dengan perasaan takut. Astaghfirullah, ternyata Arda diejek temannya dengan kalimat-kalimat yang seharusnya tidak pantas diucapkan anak seusia kelas 4 SD. Arda diejek karena saat berdiskusi belum juga paham-paham apa yang dimaksudkan kelompoknya. Teman diskusinya kesal dan mengejek Arda, hal itu tidak terjadi satu/dua kali, tetapi sering. Hanya saja Arda tidak melaporkan ke saya, ia hanya cerita pada ibunya sambil menangis. Ibu Arda juga menceritakan apa yang dialami anaknya kepada saya.
Saya langsung menanggapi kejadian itu dengan serius, saya mengingatkan kembali pada anak-anak mengenai hadits berkata yang baik. Jika kita tidak ingin mendengar kata-kata yang buruk dari orang lain, jangan juga berkata buruk pada orang lain terlebih dahulu. Bahkan Nabi Muhammad Saw saja mengajarkan kita untuk diam jika dihina.
***
Dilancir dari Unicef mengenai tips untuk guru dalam merespon perundungan, saya langsung memanggil Arda dan mengucapkan terima kasih karena telah berani bercerita. Saya yakinkan dia bahwa itu bukan salahnya dan jika terjadi lagi harus berani membela diri serta segera melaporkan ke saya. Sedangkan untuk siswi yang merundung Arda, saya meminta mereka bercerita tentang apa yang terjadi sesuai dengan versinya. Setelah mendengarkan cerita mereka, saya menyoroti perilaku yang tidak pantas dan tidak dapat diterima, menunjukkan empati dan kasih sayang dengan membagikan perasaan anak yang dirundung, mengajak mereka meminta maaf kepada Arda dan tidak mengulangi lagi sikap seperti itu.
Belajar dari kejadia Arda, saya menerapkan peraturan baru bahwa kita di kelas adalah satu kapal. Jika oleng ke kiri, semua ke kiri. Jika oleng ke kanan, semua ke kanan. Jika ada badai, semua anak buah kapal akan saling membantu. Untuk itu, kita harus saling membantu jika ada teman yang kesulitan menyelesaikan/mengerjakan sesuatu maka perlu kita bantu.
Setelah menerapkan aturan baru itu, alhamdulillah Allah beri kemudahan dan kepahaman pada anak-anak bahwa sikap merundung itu tidak baik. Kini, Arda ceria kembali, bisa bersosialisasi dengan teman-temannya walaupun belum 100%. Semoga Arda dan teman-temanya mampu membawa kapal ini sampai tiba waktunya mereka lulus dari sekolah ini. MasyaAllah, setiap berjumpa dengan ibu Arda, ia terus-terusan mengucapkan terima kasih. Bahkan sesekali mengirimiku makanan sebagai tanda sudah membantu putrinya.
***
Perundungan/bullying adalah kata yang sering kita dengar, tapi jangan sampai hanya menjadi kondisi yang biasa saja bagi kita dan melumrahkan dengan alih-alih masih anak kecil. Sebab, perundungan membawa dampak negatif pada tumbuh kembang anak. Jika menemui kasus perundungan, segera tangani serta pastikan tidak menyalahkan anak yang menjadi korban perundungan dan tidak menghakimi anak yang menjadi pelaku perundungan.
Daftar Pustaka:
Jawapos, edisi Selasa, 12 Februari 2019
Manadopost.jawapos.com. Kasus bullying di sekolah Kembali viral. Diakses pada 21 Oktober 2021 dari https://manadopost.jawapos.com/berita-utama/12/06/2021/kasus-bullying-di-sekolah-kembali-viral-siswi-smp-di-minahasa-selatan-tampar-teman-dalam-kelas/
Nandy (2021). Pengertian Bullying dan Cara Mengatasi Bullying Di Sekolah. Diakses pada 21 Oktober 2021 dari https://www.gramedia.com/best-seller/bullying-di-sekolah/
Unicef untuk setiap anak. Tips untuk guru dalam merespon perundungan/bullying. Diakses pada 24 Oktober 2021 dari https://www.unicef.org/indonesia/id/child-protection/tips-untuk-guru-merespon-bullying